ANALISIS VEGETASI PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN TROPIS
UNTUK PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA RADEN SOERJO,
(WILAYAH PENGELOLAAN CANGAR - KOTA BATU)
I WAYAN SUSANTO / 106150100011001
MAHASISWA PSLP-UB
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai salah satu negara yang memegang predikat “Mega Biodiversity”, Indonesia memiliki berbagai kekayaan dan keanekaragaman potensi sumber daya alam hayati. Salah satu sumber keanekaragaman tersebut adalah hutan hujan tropis Indonesia. Hutan alam ini sebagai modal pembangunan nasional maupun daerah memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Sebagai modal pembangunan dan sumber-sumber pendapatan, memang tidak bisa dipungkiri bahwa sejak tahun 1970 – 1990 an sektor kehutanan menjadi icon penyumbang pendapatan negara yang sangat signifikan sehingga sampai disebut sebagai Emas Hijau. Akibat pemanfaatannya tersebut, sebagian besar kondisi sumberdaya hutan Indonesia sudah mengalami penurunan kualitas dan kuantitas, sebagai contoh tergerusnya Hutan Hujan Tropis yang ada di Pulau Jawa dan Kalimantan. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Ulasan di atas yang menunjukan adanya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya hutan di Indonesia begitu tinggi, memang sangat beralasan. Berdasarkan data dan analisis Departemen Kehutanan, pada periode 1985-1997 telah terjadi laju deforestasi di Indonesia seluas 1,6 Juta Ha/tahun, lalu meningkat pada periode 1997-2005 sebesar 2,83 juta Ha/tahun, dan menurun kembali pada periode 2005-2009 menjadi 1,08 juta Ha/tahun. Hutan dengan fungsi lindung dan konservasi semakin berkurang luasnya. Kerusakan hutan telah mengakibatkan berbagai bencana dan kerugian, seperti banjir, tanah longsor, menyusutnya debit air, dan penurunan bahkan punahnya keanekaragaman hayati (biodiversity) berupa flora dan fauna. Apabila kerusakan hutan ini tidak segera diatasi, maka bencana dan kerugian tersebut akan terus terjadi dan akan menimbulkan dampak kerugian yang besar bagi manusia dan lingkungan. Untuk menjaga agar hutan tetap lestari dan berkelanjutan dalam memberikan konstribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, maka penunjukan dan/atau penetapan suatu kawasan pelestarian sumberdaya hutan seperti Taman Hutan Raya (TAHURA) menjadi suatu hal yang penting dalam kondisi kualitas dan kuantitas sumberdaya hutan yang terus menurun.
Kawasan Tahura Raden Soeryo yang di dalamnya terdapat kawasan ekosistem hutan hujan tropis pegunungan merupakan sumber daya alam hayati yang mempunyai nilai strategis bagi manusia, yaitu sebagai stabilizer sistem lingkungan dengan fungsi hidrologis, orologis, dan klimatologis; dan sebagai sumber yang bersifat dapat memperbaharui potensinya (renewable resources). Sebagai ekosistem alamiah, maka komponen utama dari ekosistem hutan hujan tropis yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain dalam kawasan tersebut. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik.
Kehadiran vegetasi pada suatu landskap akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut.
Adanya perbedaan pengaruh tipe vegetasi terhadap sistem tata air pada suatu area antara lain disebabkan karena setiap jenis tumbuhan memiliki model arsitektur yang berbeda-beda. Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon yang merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu dimana merupakan salah satu fase dari rangkaian pertumbuhan pohon tersebut. Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju aliran batang, air tembus tajuk, infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang terkait dengan peranan vegetasi dalam mengurangi laju erosi pada daerah tersebut.
Sebagai gambaran, Taman Hutan Raya (THR) Raden Soerjo merupakan kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan untuk menunjang usaha budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. THR Raden Soerjo termasuk dalam kelompok Hutan Arjuno lalijiwo seluas 27.868,30 Ha yang terletak di Kabupaten Mojokerto (10.181,10 Ha), Kabupaten Pasuruan (5.894,30 Ha), Kabupaten Malang (4.287,00 Ha), Kabupaten Jombang (2.864,70 Ha), dan Kota Batu (4.641,20 Ha) Propinsi Jawa Timur (Kepmenhut No. 80/Kpts-II/2001 Tanggal 15 Maret 2001 jo. No. 1190/Kpts-II/2002 tanggal 2 April 2002). THR ini berada pada ketinggian 1000 s/d 3.339 meter dpl dengan topografi bergunung.
THR R. Soerjo memiliki berbagai potensi alam diantaranya potensi hidrologi, potensi flora dan fauna serta objek wisata alam (OWA). Semua potensi ini memiliki keterkaitan satu sama lain dalam pengelolaan kawasan THR tersebut. Dalam hal ini, kawasan THR R. Soerjo yang memiliki daerah hutan hujan tengah mempunyai peran penting dalam menjaga fungsi hidrologis sebagai daerah hulu DAS Brantas. Untuk itu, analisis vegetasi hutan dalam kawasan ekosistem hutan hujan tengah menjadi penting dalam upaya pengembangan pengeloalan kawasan yang berkelanjutan dengan terciptanya keseimbangan ekosistem dan stabilitas komunitas dalam kawasan hutan.
B. Tujuan dan Metode Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur hutan alam (Hutan Hujan Tropis) dan gambaran potensi ekosistem hutan hujan tropis yang ada di kawasan THR Raden Soerjo khususnya di wilayah administrasi Kota Batu, sehingga dapat dirumuskan upaya pengelolaannya sesuai dengan fungsi dan karakteristik kawasannya. Tulisan ini merupakan hasil kajian lapangan (pengamatan lapangan/praktek lapang) dan kajian dokumentasi (desk study) yaitu dengan melakukan pengumpulan data dengan cara studi literatur melalui pengumpulan berbagai referensi.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Ekosistem Hutan Hujan Tropis
Di Indonesia dikenal ada beberapa tipe ekosistem, diantaranya ekosistem hutan hujan tropis. Berdasarkan atas faktor lingkungan yang memiliki pengaruh dominan terhadap bentuk susunan komunitas atau ekosistem hutan, maka ekosistem hutan dikelompokan ke dalam dua formasi yaitu formasi klimatis dan formasi edafis. Ekosistem hutan hujan tropis merupakan tipe ekosistem hutan yang terbentuk karena pengaruh faktor formasi klimatis yaitu formasi hutan yang dalam pembentukannya sangat dipengaruhi oleh unsure-unsur iklim seperti temperature, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan angin (Indriyanto, 2006).
Dari beberapa sumber yang dikutip oleh Indriyanto (2006), pada dasarnya dapat diuraikan beberapa ciri ekosistem hutan hujan tropis, yaitu:
1. Hutan hujan tropis terbentuk oleh vegetasi klimaks pada daerah dengan curah hujan 2.000 - 4.000 mm/tahun dengan tingkat kelembaban yang tinggi yaitu rata-rata 80%
2. Hutan hujan tropis terdapat pada wilayah yang memiliki tipe iklim A dan B atau pada daerah yang terlalu basah.
3. Tegakan hutan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau dengan tingkat keragaman yang tinggi dan membentuk lapisan tajuk yang berlapis-lapis dan rapat.
4. Adanya tumbuhan yang memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan pohon seperti rotan, anggrek dan paku-pakuan.
5. Adanya komunitas tanaman toleran dan intoleran dengan faktor pembatas cahaya.
6. Hutan Hujan tropis memiliki kecepatan daur ulang yang sangat tinggi sehingga kaya unsure hara.
Menurut Santoso (1996); Direktorat Jenderal Kehutanan (1976) dalam Indriyanto (2006) menyebutkan bahwa hutan hujan tropis dibedakan menjadi tiga zona atau wilayah berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut, yaitu:
1. Zona 1 dinamakan hutan hujan tropis bawah, karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 0-1.000 mdpl.
2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tropis tengah, karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 1.000-3.300 mdpl.
3. Zona 3 dinamakan hutan hujan tropis atas, karena terletak pada daerah dengan ketinggian tempat 3.300-4.100 mdpl.
B. Struktur dan Komposisi Hutan
Struktur merupakan lapisan vertikal dari suatu komunitas hutan. Dalam komunitas selalu terjadi kehidupan bersama saling menguntungkan sehingga dikenal adanya lapisan-lapisan bentuk kehidupan. Daniel et al, (1992), menyatakan struktur tegakan atau hutan menunjukkan sebaran umur dan atau kelas diameter dan kelas tajuk. Sementara itu dinyatakan struktur hutan menunjukkan stratifikasi yang tegas antara stratum A, stratum B dan stratum C yang tingginya secara berurutan sekitar 40, 20 dan 10 meter.
Muller (1974) membagi struktur vegetasi menjadi lima berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik, struktur tegakan. Sedangkan menurut Kershaw (1973), struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi.
2. Sebaran, horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.
3. Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas.
Terdapat tajuk berlapis-lapis merupakan salah satu ciri hutan hujan tropik yang juga dapat disaksikan di hutan pegunungan. Lapisan-lapisan ini dibedakan atas lapisan tajuk (kanopi) (A dan B) dan lapisan bawah (C dan D), kanopi merupakan atap hutan. Rata-rata ketinggiannya adalah 20 sampai 35 meter, tumbuh rapat, sehingga tajuknya saling bertautan membentuk kesinambungan dan menjadi atap hutan. Lapisan B dihuni oleh pohon-pohon yang masih muda dan kecil. Ketinggian rata-rata 4 sampai 20 meter. Lapisan C dan D adalah lapisan semak dan lapisan penutup tanah (Hafild, 1984).
Komposisi hutan merupakan penyusun suatu tegakan atau hutan yang meliputi jumlah jenis ataupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan (Wirakusuma, 1990). Komposisi hutan sangat ditentukan oleh faktor-faktor kebetulan, terutama waktu-waktu pemencaran buah dan perkembangan bibit. Pada daerah tertentu komposisi hutan berkaitan erat dengan ciri habitat dan topografi (Damanik et al, 1992).
C. Analisis Vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 2006).
Menurut Soegianto (1994) dalam Indriyanto (2006) menjelaskan bahwa hasil analisis komunitas tumbuhan disajikan secara deskripsi mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap spesies organisme. Hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, distribusi individu antarspesies dalam komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas.
Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif (Gopal dan Bhardwaj, 1979) dalam Indriyanto (2006). Dengan demikian, dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter kuantitatif. Namun persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan interpretasi data, agar dapat mengemukakan komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari :nasyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan. Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara.
D. Faktor-faktor Lingkungan dan Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan hasil akhir interaksi dari berbagai proses fisiologis, dan untuk mengetahui mengapa pertumbuhan pohon berbeda pada berbagai variasi keadaan lingkungan dan perlakuan, diperlukan bagaimana proses fisiologis dipengaruhi oleh lingkungan. Sebagai media pertumbuhan dan tempat penyediaan hara bagi pertumbuhan tanaman, kapasitas tanah adalah relatif terbatas dan sangat tergantung dari sifat dan ciri tanah tersebut. Sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tanah mempunyai beberapa peranan diantaranya, untuk pengaturan suhu tanah, udara tanah dan air tanah.
Menurut Daniel et al. (1992) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai ilmu tanah merupakan dasar bagi pengelolaan silvikultur hutan, karena kualitas tanah merupakan salah satu kendala dalam praktek silvikultur. Lebih lanjut dikatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan silvikultur di antaranya penentuan produktivitas tempat tumbuh sangat dipengaruhi oleh faktor tanah. Berdasarkan peranan tanah terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, maka sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah di antaranya kandungan unsur hara, kemasaman tanah (pH tanah), kandungan bahan organik tanah (BO), kelengasan tanah, tekstur dan struktur tanah dan lain-lain merupakan faktor-faktor penting yang berperan dalam menentukan kualitas dari tempat tumbuh.
III. PEMBAHASAN
3.1. Potensi Kawasan Taman Hutan Raya Raden Soeryo
Taman Hutan Raya Raden Soeryo ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1992 dan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 80/Kpts-II/2001 jo. Nomor: 1190/Kpts-II/2002. Tahura Raden Soeryo merupakan kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan untuk menunjang usaha budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Tahura Raden Soerjo termasuk dalam kelompok Hutan Arjuno lalijiwo seluas 27.868,30 Ha. Kawasan hutan ini merupakan penggabungan kawasan hutan lindung seluas 22.908,3 ha dan cagar alam Arjuno Lalijiwo seluas 4.960 ha. Secara administrasi Tahura Raden Soeryo terletak di Propinsi Jawa Timur di lima kabupaten/kota yakni Kabupaten Mojokerto (10.181,10 Ha), Kabupaten Pasuruan (5.894,30 Ha), Kabupaten Malang (4.287,00 Ha), Kabupaten Jombang (2.864,70 Ha), dan Kota Batu (4.641,20 Ha).
Tahura Raden Soeryo dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor: 53 Tahun 2010. Potensi Kawasan Tahura Raden Soeryo memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan ekonomi wilayah kabupaten maupun provinsi karena memiliki potensi wisata alam yang potensial khususnya di sektor jasa pariwisata alam. Kawasan Tahura R. Soeryo memiliki peran penting dalam mengatur fungsi hidro-orologis DAS Brantas karena berada di hulu DAS tersebut.
Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi yang dilakukan oleh UPT Tahura R. Soeryo bahwa sumber mata air yang berada di Kawasan Tahura Raden Soeryo terdapat 163 titik sumber mata air yang tersebar di lima kabupaten/kota, yaitu:
1) Kota Batu: 35 sumber mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat terutama dimanfaatkan untuk menyiram tanaman pertanian dan dimanfaatkan oleh perusahaan swasta.
2) Kabupaten Malang: 30 sumber mata air yang sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat.
3) Kabupaten Pasuruan: 15 sumber mata air yang dimanfaatkan masyarakat dan perusahaan swasta.
4) Kabupaten Mojokerto: 69 sumber mata air yang sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan Tahura.
5) Kabupaten Jombang: 14 sumber mata air, yang sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat.
Disamping memiliki potensi hidrologi dengan peran sebagai pengatur sediaan air, Tahura Raden Soeryo juga memiliki potensi flora, fauna, dan obyek wisata alam (OWA). Potensi flora dalam kawasan Tahura dikelompokan menjadi tiga tipe vegetasi yaitu:
a) Hutan alam cemara: terdapat di Gunung Arjuno Lalijiwo pada ketinggian 1.800 meter dpl dengan kerapatan pohon 80-156 pohon/ha.
b) Padang Rumput: terdapat di lereng Gunung Welirang dengan luas 200 Ha.
c) Daerah Hutan Hujan Tropis Tengah: terdapat di ketinggian 2000 - 2.700 meter dpl merupakan hutan campuran tiga tingkatan vegetasi yaitu pohon, semak dan tumbuhan bawah.
Obyek Wisata Alam (OWA) dalam kawasan Tahura Raden Soeryo menjadi prioritas utama dalam pengembangan dan pengelolaannya, disamping kegiatan rehabilitasi, penelitian dan pengembangan. Pemanfaatan jasa lingkungan dari objek wisata alam seperti permandian air panas cangar, air terjun watu ondo, air terjun tretes, OWA Claket, pendakian, wisata situs, wisata religius dan tempat/fasilitas rekreasi lainnya.
3.2. Analisis Vegetasi
Salah satu potensi kawasan Taman Hutan Raya Raden Soeryo adalah kawasan Hutan Hujan Tropis Tengah yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan fungsi ekologis, sosial dan ekonomi dari kawasan tersebut.
Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi vegetasi oleh Unit Pengelola Teknis (UPT) Tahura Raden Soeryo, bahwa jenis yang mendominasi pada kawasan hutan hujan tropis di Tahura Raden Soeryo adalah jenis pohon Pasang (Quercus sp), Kukrup (Engelhardia spicata), pohon Nyampuh, Pohon Sumbung, dan Gempur Gunung. Selain jenis vegetasi tersebut terdapat pula jenis Treteh (Ficus sp), Tutup (Mcaranga sp), Anggrung (Trema orientalis), Kebek (Ficus padana), Cemberit (Tabernaemontana sphaercarpa). Sedangkan Tumbuhan Bawah yang terdapat dalam kawasan Tahura Raden Soeryo antara lain: Anggrek, Bambu, Ciplukan, Edelwis, Lempuyangan, Meniraan Merah, Paku Gunung, Patikan Kebo, Sembung Hutan, Wedusan.
Berdasarkan hasil pencuplikan pengamatan vegetasi dengan menggunakan transek sepanjang 125 meter yang di bagi menjadi empat titik pengematan vegetasi, ditemukan jenis pohon yang dominan di setiap titik pengamatan yaitu jenis Pasang, Kukrup dan jenis Ficus sedangkan perdunya ditemukan jenis Mangga Hutan. Kelimpahan jenis dalam kawasan Tahura Raden Soeryo secara deskriptif (penafsiran kualitatif) dapat dikelompokan menjadi kelompok heterogen rapat dan kelompok heterogen jarang. Sedangkan bentuk pertumbuhan vegetasi dalam kawasan terdiri dari tumbuhan berkayu dan pohon tinggi lebih dari 30 cm, tumbuhan berkayu dan semak kecil yang tingginya kurang dari 30 cm dan tumbuhan golongan rerumputan dan herba.
Berdasarkan hasil penelitian Pulung Basuki (2006) mengenai analisis jenis dan potensi tegakan dalam kawasan hutan Tahura Raden Soeryo diketahui bahwa dalam penyebaran tumbuhan secara vertikal cenderung menunjukkan tiga (lapisan kanopi, tegakan yang mendominasi pada kawasan Taman Hutan Raya Raden Soeryo, pada lapisan pertama terdiri dari pohon yang tingginya 20 meter ke atas. Beberapa jenis pohon yang mendominasi lapisan tersebut adalah Glochidion sp, Kukrup (Engelhardia spicata) dan Ficus sp, pada lapisan ke dua terdiri dari tumbuhan yang tingginya antara 10-20 meter, serta merupakan anak pohon (tiang) dari jenis-jenis tegakan tinggi (lapisan pertama). Beberapa jenis pohon yang mendominasi lapisan ini antara lain: Lithocarpus sundaiars, Engelhardia spicata dan Ficus sp, pada lapisan ke tiga terdiri dari pohon-pohon yang tingginya kurang dari 10 meter. Beberapa jenis pohon yang mendominasi pada lapisan ini antara lain Nauclea sp, Mallotus sp dan Trema orientalis. Jenis tegakan yang paling dominan pada tingkat pohon adalah Glochidion sp dengan INP 54,003 %, pada tingkat tiang adalah Glochidion sp dengan INP 62,03 %, pada tingkat sapihan adalah Ficus sp dengan INP 60,665 % dan pada tingkat semai adalah Mallotus sp dengan INP sebesar 86,063 % dengan tingkat keanekaragaman vegetasi yang tinggi sebagai salah satu cirri dari hutan hujan tropis.
Hasil dari berbagai penelitian dan pengamatan lapangan, tingkat keanekaragaman jenis dalam kawasan Tahura Raden Soeryo cukup tinggi namun kelimpahan (kerapatan) tegakan sebagian besar kawasan hutan hujan tropis mayoritas jarang. Kondisi ini akan mengakibatkan fungsi ekologis kawasan sebagai daerah resapan air (recharge area) di hulu DAS Brantas akan terganggu apabila tidak dilakukan upaya pengelolaan kawasan ekosistem hutan yang ada dan kawasan lainnya secara holistik dan berkelanjutan.
Gambar 1. Kondisi hutan campuran (heterogen) rapat, jarang dan hutan heterogen didominasi oleh pohon ‘tutup’ dan ‘kukrup’ (sumber: Kurniatun Hairiah, dkk (2010))
3.3. Pengelolaan Kawasan Tahura Raden Soeryo
Tahura R. Soerjo seluas 27.868,30 ha terdapat 9 kelas penggunaan lahan: hutan campur klas rapat, hutan campur kelas jarang, hutan campur terganggu/terdegradasi, hutan campur dominan pohon kukrup, hutan campur dominan pohon tutup, hutan campur dominan bambu, hutan cemara gunung, hutan pinus, tanaman semusim (sayur), semak/belukar dan rumput-rumputan (bekas terbakar).
Berdasarkan hasil penelitian Kurniatun Hairiah, dkk (2010), penggunaan lahan yang dominan berupa hutan campur dengan luasan 16.826 hektar, sedangkan kawasan semak/rumput relatif masih luas dibanding yang lain yaitu 6.969 hektar (Gambar. 2) Hutan cemara gunung dan hutan terganggu masing-masing seluas 1.340 dan 1.750 ha. Sedang luas tanaman semusim dan hutan pinus relatif kecil yaitu sekitar 578 ha dan 105 ha. Lahan terbuka yang sebagian besar tertutup oleh rumput-rumputan terdapat sekitar 116 ha.
Gambar 2. Luas penggunaan lahan Tahura R. Soerjo berdasarkan hasil groundtruthing Juli 2010 (Sumber: Kurniatun Hairiah, dkk (2010))
Berdasarkan hasil klasifikasi citra landsat Thematic Mapper (TM) tahun 1972, 2004 dan 2010 (Gambar 4) diketahui bahwa luasan hutan campur di Tahura R. Soerjo 22.680 ha (tahun 1972) berkurang sebesar 2 092 ha pada tahun 2004 dan 5 854 ha pada tahun 2010. Dilain pihak, luasan lahan tanaman semusim meningkat dari 13 ha (tahun 1972) menjadi 488 ha di tahun 2004, dan terus meningkat menjadi 578 ha di tahun 2010. Demikian juga luas lahan belukar dan lahan hutan terganggu meningkat dari 2.178 ha dan 457 ha (tahun 1972) menjadi 3 683 ha dan 900 ha di tahun 2004. Pada tahun 2010 kedua jenis penggunaan lahan tersebut terus meningkat menjadi 6 969 ha dan 1 750 ha (Kurniatun Hairiah, dkk., 2010).
Gambar 3. Perubahan tutupan lahan di Tahura R.Soerjo berdasarkan analisis citra tahun 1972, 2004 dan 2010 (Sumber: Kurniatun Hairiah, dkk (2010)).
Berdasarkan uraian di atas, bahwa telah terjadi penurunan kualitas sumberdaya hutan di dalam kawasan Tahura Raden Soeryo, yang apabila tidak dilakukan upaya pengelolaan secara holistik dan berkelanjutan yang berbasis pada ekosistem dan daya dukung kawasan maka kondisi tersebut akan menjadi ancaman kelangsungan fungsi dari Tahura tersebut. Kawasan Tahura Raden Seoryo merupakan salah satu hulu dari DAS Brantas yaitu Sub DAS Ambang yang memiliki peran penting dalam kehidupan dan perekonomian Propinsi Jawa Timur. Terkait dengan fungsinya sebagai daerah resapan air (recharge area) dan daerah tangkapan air (cathment area) maka keberadaan vegetasi hutan menjadi mutlak untuk dipertahankan kualitas dan kuantitasnya dalam kawasan Tahura Raden Soeryo.
Untuk mempertahankan keberadaan vegetasi hutan dalam kawasan Tahura Raden Soeryo sehingga dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan fungsi ekologis, sosial, dan ekonominya, maka pendekatan pengelolaan kawasan Tahura tersebut harus mencakup tiga aspek utama yaitu 1). aspek keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan; 2). aspek pemberdayaan masyarakat, dan; 3). aspek profesionalitas pengelolaan.
1. Aspek keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan
Peran hutan sebagai pengatur tata air telah dirasakan oleh berbagai pihak. Secara teoritis, peran ekologis hutan berperan penting dalam menjaga kestabilan ekosistem. Hutan yang didominasi oleh pohon-pohon dan komponen biotis dan abiotis lainnya membentuk ekosistem yang berpengaruh nyata terhadap siklus hidrologis. Hutan mengintersepsi hujan, mengurangi limpasan permukaan, meningkatkan kelembaban nisbi tanah, meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah, mengurangi laju erosi tanah, dan mempertahankan debit air sungai. Manan (1976) dalam Nurfatriani dan Adi Nugroho (2007) menyebutkan tiga pengaruh penting hutan terhadap karakteristik hidrologis, yaitu hutan menahan tanah di tempatnya, tanah hutan menahan air lebih banyak, dan hutan meningkatkan kapasitas infiltrasi. Dengan demikian, ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitasnya sangat berkaitan dengan kualitas hutan.
Untuk meningkatkan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dalam kawasan Tahura Raden Seoryo maka upaya penataan kawasan, rehabilitasi dan restorasi menjadi prioritas utama. Penataan kawasan dilakukan dengan membagi kawasan Tahura ke dalam blok-blok seperti blok perlindungan, blok pemanfaatan, blok tradisional, blok rehabilitasi, blok religi, budaya dan sejarah sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pengelolaan secara terencana, sistematis dan terukur. Aspek kawasan meliputi kepastian penanganan kawasan yang ditentukan melalui analisis perencanaan berdasarkan ekosistem DAS dalam hal ini kawasan Tahura merupakan wilayah hulu DAS Brantas (Sub DAS Ambang), kejelasan status penguasaan lahan, dan berdasarkan fungsi kawasan sesuai dengan sistem zonasi kawasan.
Untuk menjaga kelangsungan fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan upaya rehabilitasi dan reklamasi hutan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Dalam kaitannya dengan upaya pemulihan ekosistem melalui rehabilitasi dan restorasi dalam kawasan Tahura dapat melibatkan badan usaha setelah mendapatkan izin dari menteri atau dilakukan oleh Unit Pengelola Teknis (UPT) Tahura dengan tujuan untuk pembinaan habitat dan peningkatan keanekaragaman hayati. Kegiatan rehabilitasi dan restorasi dalam kawasan konservasi, harus mempertimbangkan jenis tanaman yang sesuai dengan karakteristik dan fungsi kawasan, yaitu:
a) Memiliki daur ekologis yang panjang;
b) System perakaran yang dalam
c) Evapotraspirasi rendah;
d) Tanaman kayu-kayuan asli setempat (endemik);
e) Multi Purpose Trees Species (MPTS) merupakan jenis asli yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dengan komposisi penanaman minimum 90 % kayu-kayuan dan maksimun 10 % MPTS.
Peningkatan kegiatan rehabilitasi dan restorasi kawasan yang berkelanjutan akan dapat meningkatan kerapatan vegetasi sehingga ekosisten menjadi lebih stabil. Kegiatan ini harus didukung dengan sistem anggaran yang berkesinambungan.
2. aspek pemberdayaan masyarakat
Secara filosofis sumber daya alam hayati dan ekosistemnya wajib dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pemanfaatan tersebut harus dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan tetap memperhatikan azas konservasi sumber daya alam hayati sehingga setiap sumber daya alam hayati dapat dipertahankan dan dimanfaatkan secara berkesinambungan. Secara sosiologis seluruh masyarakat Indonesia mempunyai hak yang sama dalam memperoleh kesejahteraan. Berdasarkan konstitusi, Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakatnya.
Dari segi yuridis Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa peranserta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 70 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan, dan pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdayaguna dan berhasil guna.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat atau desa-desa sekitar kawasan Tahura Raden Soeryo dapat dilakukan dengan membentuk desa-desa konservasi sebagai desa penyangga kawasan Tahura dan pelibatan partisifasi masyarakat dalam pengeloaan kawasan tahura khususnya pada blok pemanfaatan seperti pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan rehabilitasi kawasan. Dengan demikian, diharapkan dapat menekan gangguan keamanan kawasan Tahura Raden Soeryo dari pencurian kayu, pakis, tanaman hias, rebung/bamboo, perburuan liar dan bahkan kebakaran hutan.
Berbagai pendekatan program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan Tahura dalam rangka pelibatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan tahura, diantaranya:
b) Rehabilitasi kawasan Tahura dilakukan melalui pelibatan masyarakat pada pembibitan, penanaman, pengkayaan, pemeliharaan, teknik konservasi secara vegetatif, serta perbaikan lingkungan pada bagian Kawasan Tahura yang mengalami kerusakan.
c) Restorasi kawasan Tahura dapat berupa pelibatan masyarakat melalui pemeliharaan, perlindungan, penanaman, penangkaran satwa, pelepasliaran fauna.
d) Pemanfaatan jasa lingkungan dapat berupa pemanfaatan sumber daya air dan plasma nutfah secara tradisional seperti pada blok pemanfaatan tradisional, wisata alam, penyerapan dan penyimpanan karbon.
e) Pemanfaatan tumbuhan, satwa liar dan hasil hutan non kayu antara lain dalam bentuk penangkaran, budidaya tanaman, pemeliharaan dan pemungutan hasil hutan non kayu dilakukan dengan memperhatikan potensi, daya dukung dan keaneakaragaman sumber daya alam hayati.
f) Pengamanan kawasan dilakukan oleh unit pengelola kawasan bersama masyarakat melalui pembentukan Pam Swakarsa, Masyarakat Peduli Api, dan wadah organisasi lain yang muncul dari masyarakat setempat, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan terhadap kawasan tahura.
g) Pembinaan habitat antara lain berupa kegiatan pemeliharaan atau perbaikan lingkungan tempat hidup satwa dan atau tumbuhan.
Berbagai pendekatan program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan Tahura dalam rangka pengembangan desa konservasi sebagai desa penyangga, diantaranya:
a. Peningkatan Kapasitas
Peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan masyarakat dalam bidang pengembangan usaha ekonomi produktif dan pelatihan-pelatihan lain yang diperlukan oleh masyarakat dengan atau tanpa melibatkan sektor lain berdasarkan rencana kegiatan yang telah diusulkan.
b. Bantuan Ekonomi
Bantuan ekonomi diberikan kepada kelembagaan desa dapat berupa :
1) dana bergulir
2) dana hibah
3) Insentif pada desa-desa yang memiliki kepedulian tinggi terhadap konservasi kawasan tahura.
c. Penguatan Kelembagaan
Penguatan kelembagaan dapat berupa pelatihan kelompok masyarakat, lembaga desa sesuai kebutuhan program masing-masing desa.
d. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sesuai program masing-masing desa.
e. Pendampingan
Pendampingan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan kelompok, masyarakat desa sekitar kawasan tahura dengan cara pengembangan kelembagaan, pengembangan kemampuan teknis dan administrasi, pengembangan usaha, pengembangan teknologi, perluasan akses pasar, serta pembinaan kelompok sehingga memiliki kemampuan untuk pengembangan jaringan usaha.
f. Bantuan Bibit Pohon
Bantuan pembuatan atau pengadaan bibit pohon hutan, buah-buahan dan pohon ekonomis cepat tumbuh melalui program Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan program masing-masing desa
Pelibatan dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan Tahura, diharapkan dapat mengatasi gangguan kemananan terhadap kawasan tahura, seperti pencurian kayu, pakis, tanaman hias, rebung/bambu, kebakaran hutan, dan pemburuan liar. Bentuk pelibatan dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan dapat melalui kegiatan rehabilitasi, jasa pengamanan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan (objek wisata alam) dan model pengelolaan bersama masyarakat dalam blok pemanfaatan seperti sistem agroforestri. Penyelenggaraan rehabilitasi dan restorasi kawasan Tahura diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Keberhasilan rehabilitasi kawasan ditentukan oleh besar kecilnya partisipasi masyarakat. Dengan demikian, keberadaan kawasan konservasi Taman Hutan Raya Raden Soeryo benar-benar dapat memberikan konstribusi di setiap sektor kehidupan seperti ekologis, sosial dan ekonomi secara selaras, seimbang dan lestari.
3. Aspek profesionalitas pengelolaan
Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam dalam hal ini Taman Hutan Raya, pada hakikatnya merupakan salah satu aspek pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan, sehingga dampaknya sangat positif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, yang sekaligus akan meningkatkan pula pendapatan negara dan penerimaan devisa negara, yang pada gilirannya dapat memajukan hidup dan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam, tidak hanya didasarkan pada prinsip konservasi untuk konservasi itu sendiri, tetapi konservasi untuk kepentingan bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia khususnya Jawa Timur.
Profesionalitas pengelolaan kawasan Tahura Raden Soeryo harus seimbang antara upaya perlindungan (konservasinya) dengan upaya pemanfaatannya dan bahkan upaya perlindungan menjadi prioritas utama. Untuk seimbangnya antar kepentingan dalam pengelolaan kawasan Tahura, maka penyelenggaraan pengelolaan kawasan harus meliputi kegiatan:
1) Perencanaan : kegiatan ini meliputi inventarisasi potensi kawasan, penataan kawasan, dan penyusunan rencana pengelolaan yang berdasarkan pada pertimbangan aspek ekologis, sosial budaya dan ekonomi.
2) Perlindungan : perlindungan kawasan Tahura dilakukan melalui: a). pencegahan, penanggulangan, dan pembatasan kerusakan kawasan akibat manusia, ternak, alam spesies invasive, hama dan penyakit tanaman hutan; b). melakukan penjagaan kawasan secara efektif dengan melibatkan partisipasi masyarakat sekitar kawasan.
3) Pengawetan : pengawetan sebagai upaya untuk menjaga dan memelihara keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa berserta ekosistemnya agar tetap seimbang, dapat dilakukan dengan: pemulihan ekosistem, pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa beserta habitatnya, penutupan kawasan.
4) Pemanfaatan : salah satu bentuk pemanfaatan kawasan dan potensi Tahura adalah pemanfaatan jasa lingkungan yaitu pengembangan obyek wisata alam (OWA).
5) Evaluasi kesesuaian fungsi/zonasi kawasan : hasil evaluasi kesesuaian fungsi kawasan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan tindak lanjut pengelolaan kawasan seperti pemulihan ekosistem.
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pariwisata alam, maka taman hutan raya Raden Soeryo yang di dalamnya memiliki keunikan alam, keindahan alam, dan lain-lain sebagai potensi objek wisata alam, sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam disamping sebagai wahana penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Agar obyek dan daya tarik wisata alam tersebut dapat dimanfaatkan secara nyata diperlukan modal dan teknologi. Untuk itu, modal masyarakat dan teknologi yang sesuai, perlu diikutsertakan dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan kawasan tahura melalui pemanfaatan jasa-jasa lingkungan.
Pengembangan dan pengelolaan objek wisata alam melalui pengusahaan pariwisata alam di taman hutan raya, dapat memberikan dampak positif dalam menciptakan perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan Negara dan pemasukan devisa serta peningkatan fungsi kawasan Tahura. Selain itu pula untuk meningkatkan rasa cinta tanah air dan budaya bangsa, pemerataan pembangunan dan pengembangan wilayah serta meningkatkan ketahanan nasional. Pembangunan sarana pariwisata alam dimaksudkan sebagai bagian dari penguatan pengelolaan kawasan Taman Hutan Raya. Maka, penyelenggaraan pengusahaan pariwisata alam dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
b. kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya;
c. nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat;
d. kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup;
e. kelangsungan pengusahaan pariwisata alam itu sendiri; dan
f. keamanan dan ketertiban masyarakat.
Penyelenggaraan pengelolaan Kawasan Tahura Raden Soeryo, diupayakan dapat memenuhi aspek ekologis, sosial dan ekonomi. Untuk mewujudkan upaya tersebut strategi pengelolaan diarahkan kepada:
1) Pengenalan tentang Tahura Raden Soeryo, mengenai potensi dan manfaat dari Taman Hutan Raya.
2) Penyuluhan kepada masyarakat sekitar kawasan Tahura dengan instansi terkait tentang upaya pelestarian dan pengamanan Tahura Raden Soeryo.
3) Mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan tahura seperti rehabilitasi dan pengamanan hutan
4) Menggali dan mengembangkan potensi masyarakat desa penyangga
5) Koordinasi dengan instansi terkait di daerah dan pusat dalam pelestarian dan peningkatan fungsi tahura.
6) Melakukan pemulihan ekosistem melalui kegiatan rehabilitasi (reboisasi), restorasi dan perlindungan kawasan yang berkesinambungan untuk meningkatkan keanekaragaman dan kerapatan jenis.
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1) Kawasan Hutan Hujan Tropis di Tahura Raden Seoryo di dominasi oleh jenis Pasang (Quercus sp), Glochidion sp, Kukrup (Engelhardia spicata) dan kelompok Ficus sp.
2) Kelimpahan (kerapatan) vegetasi dalam kawasan Tahura Raden Soeryo dapat dikelompokan menjadi Heterogen rapat dan heterogen jarang.
3) Perubahan tutupan kawasan dari berhutan menjadi tidak berhutan mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi kawasan Tahura Raden Soeryo sebagai daerah reasapan air di hulu DAS Brantas (Sub DAS Ambang)
4) Belum optimalnya pengeloaan kawasan sehingga keseimbangan antara upaya perlindungan dan pemanfaatan tidak jelas.
5) Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan sehingga gangguan keamanan terhadap kawasan Tahura Raden Soeryo masih tinggi seperti pencurian kayu, dan lainnya.
4.2. Saran/Rekomendasi
1. Untuk optimalnya pengelolaan kawasan Tahura Raden Soeryo, disarankan kepada Pihak pengelola untuk melakukan pendekatan pada tiga aspek yaitu: 1). aspek keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan; 2). aspek pemberdayaan masyarakat, dan; 3). aspek profesionalitas pengelolaan;
2. Pengelolaan kawasan Tahura sesuai dengan fungsi pemanfaatannya, didasari pada prinsip pendekatan kesejahteraan masyarakat (prosperity approach) sekitara Kawasan tahura yang sifatnya edukatif dan persuasif. Di samping itu, tindakan yang bersifat represif dan preventif perlu juga dilaksanakan secara terpadu, berlanjut dan tuntas sehingga terwujud sebuah kawasan taman hutan raya yang benar-benar dapat memberikan konstribusi di setiap sektor kehidupan seperti ekologis, sosial dan ekonomi secara selaras, seimbang dan lestari.
3. Agar melakukan pemulihan ekosistem dan menyediakan system anggaran secara berkesinambungan sesuai dengan zonasi kawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (www.dephut.go.id)
Anonim, 2011.Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (www.dephut.go.id)
Anonim, 2007. Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Kehutanan. Fokusmedia, Bandung.
Daniel, Th.W., J.A. Helms, F. S. Baker., 1992, Prinsip-Prinsip Silvikultur (Edisi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh : Dr. Ir. Djoko Marsono), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kurniatun Hairiah, dkk., 2010. Kajian Ekonomi Carbon Trade Sebagai Dasar Perhitungan Kompensasi Global Warming Di Kawasan Tahura Raden Soerjo. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Jawa Timur;
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara, Jakarta.
Mueller- Dombois, D., and H. Ellenberg, 1974, Aims and Methods of Vegetation Ecology, John Wiley & Sons, New York.
Nurfatriani dan Adi Nugroho, 2007. Manfaat Hidrologis Hutan di Hulu DAS Citarum sebagai Jasa Lingkungan Bernilai Ekonomis. Jurnal Sosial Ekonomi Kehutanan, Vol. 7 No. 3 hal:175-194
Pulung Basuki, 2006. Analisis Jenis dan Potensi Tegakan Kawasan Taman Hutan Raya Raden Soeryo Cangar – Kota Batu. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Muhamadiyah Malang;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar